Seingatku, setelah setengah hutan rawa terbakar bapak membawaku ke rumah kerabatnya. Aku dititipkan di sana untuk sementara waktu. Mereka keluarga bahagia, punya kasur terempuk sehingga aku betah tidur di sana sepanjang waktu. Sepekan awal, semua baik-baik saja. Sampai pada waktu diriku yang masih kecil itu, membuka tudung saji di meja makan. Menemukan abon sapi kesukaanku, lalu ku makan. Bude dengan sangat marah melihat adegan itu dan dengan beringas memukul punggungku dengan benda keras. Rasanya sakit sekali. Aku masih ingat sakitnya, karena sempat luka. Luka yang menimbulkan bekas kehitaman di punggungku hingga dewasa. Pemukulan itu dilakukan terus-menerus, kadang dia atau bahkan pembantunya. Seminggu bisa tiga hingga empat kali, tergantung kadar kepatuhanku kepada mereka. Dan aku tidak pernah mengadu kepada bapak atau siapapun, karena kala itu, menurutku adalah sebuah kewajaran untuk menghukum seseorang agar lebih patuh. Seperti yang bapak lakukan...