Skip to main content

Posts

Showing posts from February, 2022

Raksasa dan Istana Ular (2)

Seingatku, setelah setengah hutan rawa terbakar bapak membawaku ke rumah kerabatnya.  Aku dititipkan di sana untuk sementara waktu. Mereka keluarga bahagia, punya kasur terempuk sehingga aku betah tidur di sana sepanjang waktu. Sepekan awal, semua baik-baik saja. Sampai pada waktu diriku yang masih kecil itu, membuka tudung saji di meja makan. Menemukan abon sapi kesukaanku, lalu ku makan.  Bude dengan sangat marah melihat adegan itu dan dengan beringas memukul punggungku dengan benda keras. Rasanya sakit sekali.  Aku masih ingat sakitnya, karena sempat luka. Luka yang menimbulkan bekas kehitaman di punggungku hingga dewasa.  Pemukulan itu dilakukan terus-menerus, kadang dia atau bahkan pembantunya. Seminggu bisa tiga hingga empat kali, tergantung kadar kepatuhanku kepada mereka. Dan aku tidak pernah mengadu kepada bapak atau siapapun, karena kala itu, menurutku adalah sebuah kewajaran untuk menghukum seseorang agar lebih patuh. Seperti yang bapak lakukan...

Melamun tentang lautan

  Dia manusia di bawah air, apakah bisa menapak tanah?Atau aku harus ke air untuk menyelam bersamamu? Manusia mengirim ‘matanya’ menembus atmosfer agar bisa melihat benda bercahaya yang acap kali mengusik rasa ingin tahunya kepada semesta. Konsep itu berawal ketika ingin melihat apa yang terjadi di bawah permukaan laut.  Dari atas permukaan laut, benda hidup di dalamnya tak pernah bisa terlihat dengan jelas sampai seseorang harus berenang menembus permukaan laut agar semua nampak lebih detil.  Jadi, tanyakan kepada dirimu, apakah kau siap mengarungi lautan luas ini denganku?  Sembari menunggumu, mungkin aku akan terus melamun di bibir pantai. Aku persiapkan diri, agar aku juga bisa menerimamu.  Kita berdua tidak akan terkalahkan.  *Tulisan ini akan ada dalam seri Porta

Menyerah kepada robusta

Jadi pilhannya begini, mau seduhan kopi robusta, atau dengan gula? Dan saya selalu memesan kopi pahit tanpa gula di perhentian dalam perjalanan lintas Sumatera. Bukan karena kafeinnya, tapi pahitnya kopi begitu menyegarkan tenggorokan. Semacam mengembalikan mood ke titik netral di tengah tantrum bosan di jalan. Di tengah energi yang tak tersalurkan akibat terlalu banyak makan gula. Separuh bagian Sumatera yang saya singgahi lekat dengan kebudayaan Melayu, kopinya pun terpengaruh gaya Kopi O yang seringnya menggunakan kopi robusta untuk disajikan.  Namun, ketika sudah menjauh dari kota, apalagi kalau bukan kopi sasetan yang terimakasih Tuhan masih ada varian tanpa gulanya.  Perhentian selanjutnya adalah tempat rehat di jalan tol, ketika satu mini market menyediakan americano dingin dengan biji kopi arabica seharga 50% lebih murah dari sbux tapi rasanya boleh diadu, jauh lebih enak.  Balik lagi ke robusta yang sangat meletup itu, ternyata kau sungguh rupawan, selama ini aku...

Manusia rusak

When you always have a thought you'll never be the person you want to be because of your past, a bitter memories since your brain capable to memorize every fragments of your life. Saya merasa selalu menjadi manusia rusak, benda yang tak utuh dan tidak berfungsi selayaknya sosok yang saya inginkan. Yes I do have control with everything I want. Satu hal yang tidak bisa diubah dalam hidup adalah masa lalu ketika saya dilahirkan.  Pernah dengar istilah barang rusak yang akhirnya teronggok tidak berguna? Atau barang rusak yang masih bisa digunakan tetapi tidak pernah bisa kembali lagi seperti barang baru? Itu yang saya rasakan sejak kecil. Disiksa oleh keluarga terdekat, dianggap anak tak berbapak dan beribu, dikucilkan karena tidak seperti anak-anak lain dan tidak ada yang peduli tentang eksistensi saya sebagai seorang manusia. Since then, I try harder to be happy.  I have to say, it's not easy to share your pain in public space like this, but I think I should. Desember 2021 merup...